Jumat, Juli 31, 2009

SRI ( System of Rice Intensification ) atau Penanaman Padi Sebatang

Sumber Kompas

Padang, Kompas – Metode penanaman padi sebatang akan dipopulerkan di Indonesia, terutama karena pola ini bisa meningkatkan produksi beras. Upaya mengenalkan penanaman padi sebatang ini melibatkan perguruan tinggi dan swasta.

Dari angka ramalan nasional III 2007, produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2007 mencapai 57,05 juta ton atau naik 4,8 persen dibandingkan dengan tahun 2006. Hasil produksi GKG tahun 2007 ini masih di bawah target sebesar 58,18 juta ton.

Peneliti metode penanaman padi sebatang atau system of rice intensification (SRI) sekaligus Rektor Universitas Andalas Musliar Kasim mengatakan, upaya penyebarluasan SRI dengan padi organik ke petani selama ini terkendala dana. Karena itu, universitas akan bekerja sama dengan pihak ketiga.

Kami sudah fokus pada pengembangan SRI. Namun, karena tidak ada dana, kami tidak bisa melaksanakan gerakan yang besar untuk mengajak masyarakat menerapkan SRI berikut pendampingannya, kata Musliar, Selasa (15/1), setelah penandatanganan nota kesepahaman penyebarluasan SRI dengan Medco Foundation.

Musliar menambahkan, sebagian besar daerah di Sumbar sudah mulai memakai SRI. Dengan dukungan dari pihak ketiga, diharapkan metode SRI dapat tersebar semakin luas.

Pimpinan Medco Foundation Arifin Panigoro mengatakan, yayasannya akan mendukung penyebarluasan metode SRI ke seluruh Indonesia lewat program tanggung jawab sosial perusahaan. Prioritas kami adalah kesejahteraan petani. Kita tidak bisa terlalu yakin akan mulai mengenalkan SRI dan langsung jadi. Mulai saja dari yang kecil, kemudian tiap kali panen diadakan evaluasi, kata Arifin.

Di Kota Sawahlunto, sawah yang akan memanfaatkan teknologi SRI ditargetkan sampai 450 hektar pada tahun 2008. Tahun 2006, penanaman padi dengan SRI mencapai 175 hektar dan 280 hektar lagi pada tahun 2007. Penanaman padi sebatang ini disukai petani. Kami memperkenalkan metode ini karena permintaan petani sebab tingkat produksinya mencapai 8-8,5 ton per hektar, kata Amran Nur, Wali Kota Sawahlunto.

Metode SRI dilakukan dengan menanam satu biji benih di tiap lubang tanam. Dengan demikian, kebutuhan benih relatif sedikit.

SRI organik akan meningkatkan produksi beras karena jumlah anakan padi yang dihasilkan bisa mencapai 70 buah untuk tiap lubang. Adapun pertanian biasa menghasilkan anakan sekitar 20 buah.

Rabu, Juli 29, 2009

Kuningan Raih Adipura Kembali

Bertempat di Istana Negara Jakarta, Bupati H. Aang Hamid Suganda, menerima Piala Adipura dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk keduakalinya. Penyerahan piala ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni.

Tema peringatan yang diangkat pada tahun ini adalah “Bersama Kita Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim”. Seusai acara penyerahan Adipura, Bupati Kuningan diundang untuk menghadiri sarasehan Anugerah Lingkungan Hidup di Hotel Borobudur Jakarta bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Bertempat di Istana Negara Jakarta, Bupati H. Aang Hamid Suganda, menerima Piala Adipura dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk keduakalinya. Penyerahan piala ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni. Tema peringatan yang diangkat pada tahun ini adalah “Bersama Kita Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim”. Seusai acara penyerahan Adipura, Bupati Kuningan diundang untuk menghadiri sarasehan Anugerah Lingkungan Hidup di Hotel Borobudur Jakarta bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Kuningan terpilih sebagai Kota Terbersih untuk kategori Kota Kecil. Di wilayah 3 Jawa Barat hanya Kuningan dan Indramayu yang mendapatkan Adipura. Sedangkan di Jawa Barat ada 8 kota yang memperoleh Adipura. Untuk kategori Kota Sedang diperoleh Kabupaten Cianjur dan Kota Cimahi, sedangkan kategori Kota Kecil adalah Kabupaten Ciamis, Garut, Sukabumi, Singaparna, Kuningan dan Indramayu. Yang dinilai adalah aspek kebersihan, keindahan, keteduhan, kehijauan dan pengelolaan sampah.

Penilaian Adipura sempat terhenti cukup lama dan baru kembali digelar pemerintah pusat mulai tahun 2007, dengan sistem penilaian yang lebih ketat. Butuh perjuangan dan partisipasi masyarakat dalam upaya meraih Adipura ini. Untuk itu, beberapa titik pantau Adipura di Kabupaten Kuningan pun mulai dibenahi pemerintah daerah. Untuk titik pantau perkantoran yang mendapat penilaian adalah Kantor Setda Kabupaten Kuningan, Kantor Bappeda dan Kantor BPLHD. Titik pantau lainnya adalah Jalan Siliwangi, Jalan Veteran, Jalan Juanda, Jalan Sudirman, Jalan Pramuka, Jalan Ahmad Yani, Jalan Sukamulya Cigugur, Jalan Cigugur Kuningan, dan Jalan Kadugede Kuningan. Pasar Baru, Pasar Kepuh dan pertokoan Siliwangi pun tak luput dari pantauan tim penilai Adipura. Sedangkan untuk kawasan permukiman yang menjadi titik pantau adalah perumahan Griya Bojong Indah, Perumahan Wahana Indah Cigugur dan Perumnas Ciporang. Sedangkan ruang terbuka, yang dinilai adalah Hutan Kota Bungkirit, Taman Kota, Taman Relief, Taman Dahlia, dan Taman Ciporang. Fasilitas umum lainnya RSUD 45 dan Terminal Cirendang. Saluran terbuka yang menjadi titik pantau adalah Citamba, Cigembang, Cidangdangrat, dan Surakatiga. Sekolah yang menjadi titik pantau adalah SMAN 1 Kadugede, SMKN 2 Kuningan, SMPN 1 Kuningan, SMAN 3 Kuningan, SMAN 2 Kuningan, SDN 1 Kuningan dan SDN 7 Kuningan. Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Ciniru Jalaksana pun merupakan salah satu titik pantau yang terpenting.

Ternyata tidak hanya penilaian fisik semata yang dipantau Tim Penilai Adipura ini. Motivasi dan partisipasi masyarakat serta political will pemerintah daerah juga menjadi pertimbangan tersendiri. Aspek positif yang mendukung adalah budaya masyarakat Kuningan dengan nilai gotong royong yang masih kuat dan mengakar, sehingga kesadaran masyarakat Kuningan untuk menjaga kebersihan dan keindahan dinilai cukup baik. Pemerintah Daerah dibantu Tim Penggerak PKK Kabupaten Kuningan pun tak henti-hentinya memotivasi masyarakat untuk menjadikan bersih dan sehat sebagai gaya hidup masyarakat. Melalui Gerakan “Ayo Bersihkan Kota Kuningan”, seluruh elemen masyarakat bergerak langsung ke lapangan dan melakukan gerakan kebersihan. Hal ini menjadi nilai tersendiri di mata tim penilai Adipura. Tak hanya itu, Pemkab Kuningan saat ini terus berupaya mewujudkan Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi dengan berbagai peraturan daerah yang mendukung ke arah sana.

Selain itu, meski baru dicanangkan belum lama program “Balad Kuring” yang digagas pemerintah Provinsi Jawa Barat yang juga diterapkan di Kuningan menambah kuatnya upaya pemerintah untuk terus memelihara lingkungan hidup. Melalui program ini, setelah dicanangkan ada kawasan tertentu yang ditetapkan sebagai kawasan bebas sampah dan bebas kendaraan. Jika bukan dari sekarang dan bukan dimulai dari kita, siapa yang lagi yang akan peduli dengan lingkungan kita ini agar tetap lestari.

Kuningan boleh berbangga karena beberapa sekolah di Kuningan juga mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, yaitu SMAN 1 Mandirancan menerima Anugerah Adiwiyata Mandiri. SMPN 1 Luragung menerima Anugerah Adiwiyata tahun ke-2, sedangkan SMPN 2 Pasawahan mendapatkan Sertifikat Sekolah Calon Adiwiyata. Ketiga kepala sekolah tersebut pun mendapatkan kehormatan untuk hadir di Istana Negara menerima langsung penghargaan tersebut. Penilaian Adiwiyata adalah pada penerapan komitmen sekolah mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang hijau, bersih dan sehat, sehingga budaya sadar lingkungan menyatu dengan suasana kehidupan sekolah. Sehingga anak-anak didik memiliki kepedulian pada lingkungan lebih dini.


Pada hari Senin 8 Juli telah dilaksanakan kirab. Rute kirab Adipura ini dimulai dari Terminal Cirendang – Jalan Siliwangi – Taman Kota – jalan Otista (SMPN 2 Kuningan) – Jalan Sudirman – Pasar Baru – Ir. H. Juanda – finish di Pendopo kabupaten Kuningan.

Disaksikan oleh masyarakat di ruas-ruas jalan yang dilewati, Adipura pada kendaraan hias diarak oleh Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Ketua TP PKK, Ketua Dharma Wanita Persatuan, para pejabat, pegawai dan masyarakat Kuningan dengan bersepeda, ISSK (Ikatan Sepeda Santai Kuningan) dan Komunitas Sepeda Onthel. Selanjutnya diikuti Pasukan Kuning dengan naik puluhan Delman dan Armada Pengangkut Sampah.

Kirab Adipura dilaksanakan untuk menyatakan kegembiraan serta memotivasi warga agar dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai ini. Bagaimanapun, diraihnya Adipura adalah berkat partisipasi dan dukungan warga masyarakat.

Selasa, Juli 28, 2009

Ujang, Anak Kemarin Sore dan Pertanian Organik

Ujang Ahmad Zaenal Muttaqin


Petani konvensional di tanah Sunda umumnya mengenal falsafah ”kadenge, kadeuleu, karampa, karasa” atau mendengar, melihat, meraba, dan merasakan. Bagi Ujang Ahmad Zaenal Muttaqin, falsafah yang dianut oleh para petani tradisional tersebut menjadi hambatan serius ketika dia ingin mengajak mereka untuk bertani organik.

Para petani konvensional harus mendengar, melihat, dan meraba dulu baru mereka percaya terhadap teknologi baru dalam bertani. Susahnya minta ampun untuk meyakinkan petani konvensional bahwa bertani organik dengan cara budidaya baru itu merupakan cara terbaik guna meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Ujang, ayah dua anak ini.

Kegelisahan Ujang terhadap nasib petani di desanya, Jambenenenggang, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mulai muncul sekitar akhir tahun 2000. Ketika itu Ujang baru kembali dari Jepang, setelah bekerja di sebuah pabrik sejak tahun 1997.

Ketika di Jepang, setiap akhir pekan Ujang menyempatkan diri magang di sebuah sentra pertanian. Ini bisa dia lakukan dengan rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi. Di sini dia melihat pertanian yang sudah sistematis dikerjakan mesin. Petani di Jepang hanya menjadi operator sejak membajak sawah, menyemai, menanam, hingga memanen. ”Produktivitas lahan mereka tinggi, mencapai 11 ton per hektar waktu itu,” ceritanya.

Pulang ke Indonesia, Ujang membuang mimpinya untuk melihat petani di kampungnya mengoperasikan mesin di sawah. Namun, muncul keyakinannya bahwa petani bisa meningkatkan taraf hidup jika mereka mau. ”Dari teknologi, jelas kita ketinggalan (dari Jepang). Tapi, kalau petani mau mengubah pola bertaninya, saya yakin mereka bisa meningkatkan taraf hidup,” kata Ujang.

Petani miskin

Lulusan Madrasah Aliyah Negeri Syamsul Ullum Sukabumi itu mendapati petani di sekitarnya sebagai petani miskin yang penghasilannya amat kecil. ”Di lahan seluas 1 hektar, petani penyewa hanya mendapat pemasukan sebesar Rp 2 juta selama satu musim, atau sekitar Rp 500.000 per bulan,” kata Ujang.

Penghasilan itu dihitung dari ongkos produksi, mulai dari pupuk dan pengolahan lahan sebesar Rp 2,2 juta per hektar serta sewa lahan Rp 7 juta per hektar per musim.

Hasil panen mereka hanya 5,6 ton per hektar dan dijual dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Dengan demikian, panen semusim hanya memberi hasil Rp 11,2 juta. Setelah dikurangi ongkos produksi dan sewa lahan, petani hanya memperoleh Rp 2 juta per musim. ”Kami mengenal istilah, petani hanya timbul daki setelah bertani karena mereka memang tidak mendapat apa-apa,” kata Ujang.

Dengan falsafah yang dianut oleh para petani konvensional itu, dia harus memulai lebih dulu bagaimana bertani organik dan budidaya yang baik hingga bisa memberikan keuntungan.

Ketika memulai cara bertani organik, banyak petani konvensional yang mencemooh Ujang. Apalagi, dia masih termasuk ”anak kemarin sore” di kampung Kebonpedes. ”Banyak petani yang mengatakan bahwa mereka lebih dulu bertani daripada saya, jadi tentunya merasa lebih tahu. Saya diam saja, tetapi tetap yakin ketika melihat hasilnya, mereka akan percaya,” katanya.

Ujang kemudian memulainya dengan mengganti pupuk pabrik dengan pupuk kompos dari tumbuh-tumbuhan hijau dan granole (pupuk dari kotoran hewan yang dicampur dengan dekomposer). Ujang memerlukan waktu tiga musim untuk mengakhiri penggunaan pupuk pabrik karena kondisi tanah belum terbiasa.

Dia memproduksi sendiri granole dengan maksud agar tak bergantung pada pihak mana pun. Dia mendapatkan kotoran hewan dari warga yang beternak sapi dan para tetangga yang memiliki kambing dan ayam.

Apabila menggunakan kompos, sawah seluas 1 hektar memerlukan sekitar 5-7 ton. Adapun dengan granole, sawah luas yang sama hanya memerlukan 500 kilogram sampai 1 ton. Kebutuhan ini tergantung dari kondisi keasaman tanah.

Beralih ke organik

Selain beralih ke pertanian organik, Ujang juga memulai budidaya bertani yang baru, yakni dengan mengurangi penggunaan benih padi.

”Petani konvensional biasanya menggunakan hingga delapan bibit dalam satu lubang. Ketika tumbuh, maksimal hanya 18 anakan yang jadi karena bibit sulit tumbuh,” katanya.

Adapun cara yang dilakukan Ujang adalah dengan menggunakan satu-dua bibit saja per lubang. Ternyata setelah tumbuh, tanaman itu bisa menghasilkan 25 anakan per lubang.

Dengan cara itu, dia hanya memerlukan paling banyak 8 kilogram benih per hektar. Bandingkan dengan petani konvensional yang memerlukan benih sampai 35 kilogram per hektar.

Masih belum puas, Ujang berusaha menambah pengetahuan bertaninya dengan mengikuti Sekolah Lapangan Pengelola Tanaman Terpadu (SLPTT) di Kebonpedes. Terbukti, Ujang bisa mendongkrak produktivitas tanaman padinya menjadi 8 ton lebih per hektar.

Adapun ongkos produksi yang diperlukan Ujang untuk mengolah 1 hektar lahan hanya Rp 2,1 juta. Ditambah sewa lahan Rp 7 juta, dia hanya menghabiskan biaya sebanyak Rp 9,1 juta. Namun, hasil panen dan harganya bisa naik signifikan.

Dengan hasil panen padi organik pada musim terakhir sebanyak 8,82 ton per hektar dan harga gabah basah Rp 2.400 per kilogram, Ujang memperoleh penghasilan Rp 21,168 juta. Jumlah itu, setelah dikurangi modal kerja, masih bersisa Rp 12,068 juta dalam semusim, atau Rp 3 juta per bulan.

Melihat keberhasilan Ujang, puluhan petani konvensional dan pemuda pengangguran di Kebonpedes mulai tertarik menekuni pertanian organik. Dalam satu musim terakhir, delapan kelompok tani setempat meminta Ujang mendampingi mereka mempraktikkan cara bertani organik. Setiap kelompok tani itu mempunyai anggota 20-25 petani.

Seiring dengan makin banyaknya petani konvensional yang menerapkan pertanian organik dan cara budidaya baru itu, Ujang yakin petani di Kebonpedes akan mandiri. ”Apa lagi yang mau dibantah? Pupuk sudah bisa kami produksi sendiri dan harga gabah padi organik juga jauh di atas harga padi nonorganik. Kalau ada kemauan, sebenarnya tidak sulit menjadi petani mandiri,” kata Ujang.

KOMPAS/AGUSTINUS HANDOKO

Sumber : Kompas.com




Ujang, Anak Kemarin Sore dan Pertanian Organik





Minggu, Juli 26, 2009

Taubatan Nashuha

Gusti....... Geuning umur abdi teh ngolotan, teu karaos ujug-ujug terang tos kieu we, tanaga ngirangan kalah beuki suda, buuk mah tos puguh, sanes paselang deui antara hideung jeung bodas, ayeuna mah meh rata bodas teh pacampur jeung hawuk.

Careham ge nungtutan coplok ku maneh, nu nyesa ukur tuturusna, kitu ge tos teu mampu deui pikeun nyapek nu rada teuas, hiji-hijieun aya nu walagri keneh ge, saeutik-saeutik marekplekan, sisina heula, lami-lami ngalegaan ka beh tengah. Mondok tos teu kaur reup, ayeuna mah, ku seringna pulang anting ka paturasan, ngadon miceun jeung kahampangan, beser teh sanes babasaan, estu kaalaman ayeuna.

Panuyun Nabi, mun pareng mondok teu tibra teh, gunakeun saurna pikeun qiyamul lail. Sanes…… Sanes teu emut eta ge, nanging diri pinuh ku kokotor keneh, rereged nafsu dunyawiyah nyangkaruk keneh na hate, malah pasolengkrah jeroeun dada. Waktos pikeun qiyamul lail teh udag-udagan jeung nongton maen bola.

Memeh madep kapayuneun Gusti, kahoyong mah meresihan hate heula, da piraku mun abdi madep teh jiwa raga masih lamokot dosa, teu sae mayunan Gusti dina kaayaan abdi nu masih keneh jiga kieu. Sok sanaos, saur Gusti dina Al Qur-an, surat Al baqarah ayat nu ka 222:

Innallaaha yuhibbut tawaa biina wa yuhibbul mutathahhiriin

"Saestuna Allah mikacinta jalma-jalma anu tarobat sareng mikacinta jalma-jalma anu suci."

Atanapi dina surat An Nur ayat nu ka 31:

"Jeung mangka tarobat anjeun sakabeh ka Allah, he jalma-jalma anu ariman, supaya aranjeun meunang kauntungan."

Ari nu janten marga lantaran, mun ditataan gemet, satincak saparipolah ti awit abdi sawawa, tug dugi ka kiwari, sangkan manjing timbanganana, beurat mana beurat mendi, mun ditimbang di Yaumal jaza, jaga.

Asana teu aya pupurieunana pisan, teu kedah dietang ku para malaikat, utusan Gusti, anu pamohalan kaliruna, ieu mah etangan jisim abdi wae, nu sok masih keneh hoyong genahna tea, natrat katingali, malah eces, dengdek na teh seueur ka kenca. Nya kitu deui, ibadah abdi ka Gusti, upami ditataan mah, teu aya juru-jerena - juru-jerena acan, asa pamohalan kana ditampi, mun tea mah teu aya rahmat Gusti, Anu Maha Welas Asih tur Maha Heman ka makhluq-Na, jigana jisim abdi teh ngan wungkul jadi caduk naraka.

Sanes........ Sanes wungkul pedah panggoda setan laknatullah, atanapi pangbibita iblis, da eta mah tos ebreh, natrat, nu puguh mah nafsu we nu teu weleh dipiara, dimumule, sina nyangkaruk dina kalbu. Sangkan batur jenuk balarea ngauluh-uluh salalawasna, paling copel matak hookeun nu lian.

Hapunten Gusti....... Saur Nabi oge, nu kitu teh kapan riya tea, hoyong katangar, pada ngabageakeun ku batur salembur, sanes deuih...... sanes teu dugi panggeuing ti Nabi ka jisim abdi, malah ku pun biang ku pun bapa ge, tos karuhan ku para ulama ge, nu janten warasatul anbiya, panggeuing mah teu kirang-kirang, mung ieu hate, estu teuas tanding batu.

Hoyong.... Hoyong pisan malah, jisim abdi madep ka payuneun Gusti teh, nanging sateuacanna, hoyong nembrakkeun heula kaabot hate, hoyong meresihan heula diri, pedah kamari seueur teuing ngagugulung dosa sareng kalepatan. Komo nu dipikapaur teh, sieun aya tincak sareng lengkah nu harib-harib midua Gusti, alatan jisim abdi nu teu sadar, malah teu mustahil dilakukeunana bari pinuh ku kasadaran.

Numawi, dina mitembeyanana madep ka Gusti teh, jisim abdi neda sih hapunten-Na tina samudaya kalepatan sareng kaluluputan, ti awit jisim abdi nincak sawawa, tug dugi ka danget ieu, tos puguhing nu teu karaosna, da ieu mah seuseueurna ge, nu karaosna pisan, malah seueur nu bari dihajana pisan.
Da saleresna atuh, upami teu aya rahmat Gusti, jigana..... jisim abdi mah kalebet ka jalmi nu pangrugi-rugina, boa janten eusi naraka-na ge beh ditueun ti kerakna.

Oge dina ibadah, tadi ge dipayun disebatkeun, teu satai-kukueunana, ari margina, teu ngabibisani, seueur ibadah anu dilakukeun teh estuning ngan ukur puraga tamba kadenda we wungkul, shalat ge pimanaeun khusyu teh, atuh tartib-tartib we heula-anan, teu acan.... teu acan dugi jigana. Bari apal kituna teh, kana tungtunan Nabi, margi kapan saur Nabi ge : “Mun anggota badanna teu daek khusyu, hatena ge mo jauh ti kitu”. saurna teh. Tapi, hih... da keukeuh we dipaju deui, dipaju deui, shalat teh ngan ukur acong-aconganana wungkul, inti-sari na mah duka teuing disimpen dimana.

Aya eta ge usaha hoyong khusyu shalat teh, boh nu wajibna nya kitu deui nu sunatna, tapi sanes keur munfarid kituna teh, tapi mun bade berjamaah, ngarah katingali batur yen abdi shalatna bangun nu khusyu tea, padahal hate mah kamana boa cus-cosna. Hoyong katangar batur we wungkul nu puguh mah, ngarah katingali khusyu, padahal kapan saur Gusti ge, shalat nu samodel kieu nu bakal dipalengpengkeun kana beungeutna, jaga teh. Malah embohna, mun pareng ku jamaah dipercanten jadi imam deuih, nu sok sering hoyong kapeunteun khusyu teh, mani ngahaja shalat teh ditartib-tartib, tumaninah sing nepi ka katingali tumaninahna, bacaan shalat ge ngahaja ku abdi teh dianca-anca sangkan katingali tartibna. Malah lebah bacaan surat mah ngahaja di rorompok teh, ngapalkeun surat-surat nu rada panjang, da aya harepan mun waktosna engke ngimaman, maca surat anu panjang mah, sok pada ngeuleuh-ngeuleuh tea.

Dina waktos Jumaahan mah komo deui, ti awal keneh abdi teh mandi beberesih, diangir sagala, da kitu sunatna saur Nabi, teu hilap malah diminyak seungit sagala. Tapi ana jung teh ngalengkah, lagu paamprok sareng dulur-dulur abdi, nu masih keneh kukurilingan milarian pangupa jiwa, eta hate teu tiasa dipaling, make jeung sok ngagerentes, aing mah geus jung indit Jumaahan, na ari ilaing, kalah kukurilingan keneh neangan sahuap sakopeun, neangan keneh teureuyeun. Dasar caduk naraka.

Padahal kapan saur Gusti ge, saha nu terang malah itu nu janten pangawasa surga-na, jisim abdi mah bagean caduk naraka-na, kumargi hate tos wantun milah-milah nu janten hak prerogatif Gusti. boa teuing itu mah ditungguan ku anak pamajikan nu keur barongkeakan, nungguan nu keur usaha, sedeng abdi ngan ukur boga angkeuhan wungkul. Asa aing nu bakal ka sorga teh, henteu deungeun, aku-aku angga.

Shaum, nya kitu keneh, boh shaum wajibna pon nya kitu nu sunatna, da mung ukur janten angkeuhan wungkul nu puguh mah, pedah nuju shaum, ngarah katangar batur, siga jalma shaleh, padahal hate mah Gusti ge uninga.

Buktina we geura mraktekkeun hadits ge janten tibalik lemah, pedah saur Nabi : “Sarena nu keur shaum, sarua jeung ibadah”. Da kolu atuh jisim abdi mah, sapoe jeput ngagoler gegelehean ngadon sare, malah tepi ka emper masjid jiga kitu, jeung sok bari agul deuih kitu na teh, ditembong-tembong kanu lian, geura yeuh tingali kulit beuteung abdi, nepi ka meh adek kana tulang tonggong, alatan keur puasa.

Komo shaum sunat mah, kimpel ngagebleg hoyong katangar teh, da eta we shaum Syawal nu genep dinten tea, da ceuk nafsu mah, ku hoyong unggal jalma terangeun, yen abdi nuju shaum Syawal. Aya weh nu sanes ngomentaran : “Emh..... Bagja temen salira mah, parantos tiasa ngalaksanakeun shaum Syawal, kapan sami eta teh sareng shaum sataun campleng, saur Nabi ge”.

Ngucapkeun Alhamdulillaah mah leres bari digerendengkeun, tapi da karaos ku sorangan oge, cukang irung mah ngabeukahaanana, langkung ti meber.

Shaum Daud nya kitu keneh, satadina mah emut kana tungtunan Nabi dina sunnahna. Saur nabi,

“Uhyuu quluu bakum biqillatidh dhahki wa qillatisy syab ‘i wa thah hiruuhaa bil juu ‘i tash fuu wa taraq qu”.

Obahkeun hate aranjeun, ulah loba teuing seuri jeung seubeuh teuing, sucikeun ku ngarasa lapar, tanwande hate aranjeun bakal bersih tur lemes.

Dina hadits nu sanes malah dijentrekeun ku Nabi : “Sing saha nu sering ngalaparkeun beuteungna, hartina sering shaum, tanwande pikiranana caang jeung qalbuna cerdas”.

Bari ditataan geuning, rupi-rupi shaum sunatna, ti awit Shaum Senen – Kemis, Shaum Syawal, Shaum tiap tanggal 13, 14 sareng 15, oge Shaum Daud-na, Shaum anu selang-sekar tiap dinten.

Anu dipilih ku jisim abdi dina danget ieu teh, shaum Daud tea, ari akuan mah leres tos lami pisan, nincak genep taun jalan panginten dugi ka wangkid ieu teh. Tapi da aneh atuh jisim abdi mah, nu masih keneh kandel hayang katangarna ku batur tea, malah sok aya rasa agul dina hate, mun sakalieun aya nu naros: “Tos sabaraha lami salira ngadawamkeun shaum Daud teh ?” Ngawaler ge sok rada bari jeung semu agul diri teh : “Genep taun dugi ka danget ieu teh, alhamdulillah……”

Alhamdulillah mah leres ku jisim abdi teh diucapkeun, tapi da eta, hate mah teu kapalingan, nalika nu naros ngauluh-uluh mah, hate teh ngagerentes : ”Aing tea……………”

Munggah haji ge teu bina ti kitu, estu hoyong katangar ti awal keneh mula, ti memeh jung keneh ge, ondang-ondang ngahaja maparin iber ka tatangga, yen jisim abdi kalih pun bojo aya niat ngalaksanakeun ibadah haji, lisan mah kitu, tapi ieu hate teu kapalingan, sugan we jaga samulangna ti ditu, ka jisim abdi seueur nu nyebat Pa Haji, sangkan katangar, yen diri tos aya dina jalan kashalehan, mun henteu nyebat diri geus shaleh ge.

Dongkap teh ka Mekah nya kitu keneh, ngahaja di Multazam ngadon ngado’a kapayuneun Gusti harita, margi kapan saur Gusti, Multazam teh salah-sahiji tempat, lamun dipake ngado’a, do’ana bakal langsung diijabah.

Jisim abdi ge kitu, di Multazam teh ngadon ngado’a, hoyong bisa pidato harita teh, margi ti lemah cai keneh jisim abdi mah harita, boro-boro bisa pidato, sakalieun kedah nyarios payeuneun adi-adi katut dulur-dulur ge teu metu, da tuur kabujeng ngeleter, lilinieun.

Janji Gusti henteu mencog, do’a jisim abdi tinekanan, da aneh mulang ti Mekah teh, enyaan bisa pidato, najan teu jiga batur ge pidatona, ari nu jadi marga lantaran, pidato jisim abdi mah dugi ka ayeuna ge, angger, ukur dibaca, teu acan robah. Jaba aya embohna, mulang ngado’a di Multazam teh, ayeuna mah make jeung bisa ngajar di sakola, nangtung di payuneun kelas, jeung para mahasiswa sagala, da tadina mah boro-boro ngajar sagala, tadi ge disebatkeun, sakalieun sasanggem ukur jeung dulur sareng baraya, kesang tiis mah tos mayunan ngagarajag saawak-awak.

Komo mun satutasna pidato, nalika turun ti mimbar aya jamaah nu ngauluh-uluh, bari sareng pokna muji teh, najan lisan nu kaluar mah : Alhamdulillah…., tapi da natrat, rengkak katut polah mah, persis jiga nu keur ngucapkeun : “Aing tea……."

Padahal kapungkur mah, salah saurang shahabat Nabi, nalika lungsur ti mimbar bari naros ka para shahabat anu sanesna : ”Kumaha pidato kuring bieu ?” ukur naros kitu, padahal mah. Pan pada ngarentog, yen ucapan sapertos kitu teh kalebet riya, pedah hoyong kenging komentar, bari teu acan tangtos hoyong katangar anjeunna mah, pan enggal teras taubat ka Salira, bari teras ngusrukkeun anjeun, ngadon nyuuh ngumbar cisoca ka payuneun Gusti.

Ari jisim abdi harita........... akh teu rengrot-rengrot, boro-boro ngumbar cimata, pimanaeun bari jeung nyuuh sagala, kalah beregegeh nu puguh mah, legeg nu ieu asa aing uyah kidul tea, langkung ti riya jigana, nu kieu mah.

Allaahu Akbar! Hapunten abdi, Gusti............

Eta teh nu karaosna wungkul tos sakitu, nu teu karaosna ku jisim abdi mah, jigana langkung ti kitu. Salaput sirah kawasna. Enyaan mun ngetang sapertos kitu mah, teu pantes mun jisim abdi miharep surga ka payuneun Gusti teh.

Teu acan kaetang, nu hubunganana sareng sasama mah, boh sareng papada jalma, sareng tatangga, sareng dulur-dulur, sareng baraya nu deuheus, nu laer, sareng nu saiman nu saikhwan, atuh beh dituna sareng papada makhluq.

Ngaleuya kalepatan teh, natrat, ti awit nu kenging katugenah alatan kalakuan sareng talajak jisim abdi, nu kanyenyerian alatan omongan jeung ucapan jisim abdi, malah teu sakedik nu kanyenyerian pedah dicarekanana ku jisim abdi.

Bakal ngantay panjang mun ditataan mah, sok komo mun nu nataanana Malaikat nu janten utusan Gusti, nu moal lepat deui, jigana moal bakal nyesa kasaean ka papada makhluk mah, da kalindes ku talajak anu minculak tea.

Ulah ku Malaikat leresan dinyana mah, da ieu mah kapan ku dulur-dulur abdi we heulaaanan, ku baraya anu saiman-anu saikhwan, anu sagulung-sagalang sareng jisim abdi dugi ka danget ieu, kapan nyarebatna ge “Si Engang” ka jisim abdi teh, ku gampang nyeureud tea, gampang teuing ngumbar amarah.

Teu acan....... jisim abdi teh, teu acan lemes hate mah, masih keneh sering ngumbar amarah, heuras keneh genggerong, padahal ti awal keneh ge tadi disebatkeun, sedeng ari umur teras nambihan, harib-harib cueut ka hareup, kantun sesana, teu bade disebat sengserang padung ge, ngan nu pasti tos sariak layung umur teh.

Manawi eta ge, manawi tiasa, hoyong neda sih hapunten teh, dikempelkeun we sadayana ayeuna didieu, da teu sanggem upami kedah ditataan hiji-hiji mah, ku moal sanggem nataanana, alatan ku seueur teuing tea.

Kum we ka sadayana, dulur-dulur jisim abdi, baraya katut tatangga, babaturan, sapantar, saluhureun sahandapeun, utamana ka pun bojo, ka pun anak, tiluannana.

Bisi pernah kaciwit kulit, katodel hate, atanapi kasigeung manah, ku ucapan, paripolah miwah kalakuan jisim abdi kamari, mugi kersa ngahapuntenna, manawi tiasa dilubarkeun tina sagala rupi kalepatan sareng katalingeuhan jisim abdi. Sangkan jisim abdi longsong mun hoyong madep ka payuneun Gusti Nu Murbeng Alam.

Kantos eta ge diwartosan ku Nabi Gusti dina haditsna, malah ku para ulama nu janten warasatul anbiya tea, yen dosa sareng kalepatan ka Gusti mah, tiasa langsung neda si hapuntenna sareng Gusti, tapi ari dosa sareng kalepatan sareng papada makhluq mah, moal waka dihampura ku Gusti lamun ku papada makhlukna teu acan dihampura.

Leresan dieu, anu moal sanggem abdi ngalaksanakeunnana teh, alatan seueur teuing kalepatanana, sareng nu puguh mah seueur teuing nu kantos kenging katugenahna ku jisim abdi, kumargi kitu, nyanggakeun sadaya-daya we kapayuneun Gusti.

Yaa Allah Yaa Rabbanaa, mun ngimeutan kalakuan abdi tadi, hapunten Gusti, rumaos abdi teh sasar, ana kitu mah boa-boa abdi teh kalebet jalmi nu dibendon ku Gusti, nu bakal janten eusi naraka Salira. Sakumaha pidawuh Gusti :

"A'udzubillaahi minasy syaithaanirrajiim. Walaqad dara-naa lii jahannama katsiiram minal jinni wal insi, lahum quluubul laa yafqahuuna bihaa, walahum a'yunul laa yub shiruuna bihaa, walahum aadzaa nul laa yas ma -'uuna bihaa, ulaa-ika kal an 'aami bal hum adhal lu, ulaa-ika humul ghaafiluun".

Jeung saestuna Kami geus netepkeun eusi naraka teh kalolobaanana, tina sabangsaning Jin jeung manusa, maranehanana boga hate, tapi eta hate teh teu dipake neuleuman ayat-ayat Kami, maranehanana boga mata, tapi henteu dipake nenjo, maranehanana boga ceuli tapi henteu dipake ngadenge, nu saperti kitu teh lir ibarat sato, malah leuwih hina batan sato, maranehanana kaasup jalma-jalma anu talobeh tur balangah.

Allaahu Akbar Walilllaahil hamd.

Nanging mugia wae dina sakitu kakirang sareng dosa nu tan wilangan teh, langkung seueur rahmat Gusti nu dilimpahkeun ka jisim abdi, sareng manawi aya sakotret mah diantawisna, kasaean anu dilaksanakeun ku jisim abdi teh kalayan Ikhlas Lillaahi Ta ‘Alaa, anu diharep teh taya sanes, mugi-mugi we, sok sanaos ukur sakotret, tapi tiasa janten wasilah pikeun jisim abdi janten kakasih Gusti. Margi jisim abdi yakin, rahmat Gusti langkung seueur nu katampi ku jisim abdi.

Dina niat hoyong madep nyaketkeun diri ka Gusti teh, hoyong mitembeyan midamel deui eunteung kahirupan anu ageung, sangkan tiasa dicaangkeun deui, obor-obor kahirupan nu kungsi pareum teh, tiasa deui nyiapkeun pakakas kahirupan, pikeun meresihan hate, da tadi ge ti awal mula estu nembrak nonggerak, lampah jisim abdi nu kamari, boh nu awon na, pimanaeun nu saena mah.

Lamun tea mah aya nu saena, hoyong tiasa disipuh deui, sangkan langkung ngagurilap, sangkan tiasa dipasieup deui, ku amal-amal sae sanesna.

Atuh nu awon na, niat mah bade enggal-enggal digosok, ku elap "taubatan nashuuha" bari diniatan, ti awit ayeuna kapayun mah, ieu hate teh bade dirumat, supados henteu keuna ku kekebul nu ngadagleg, carana ngahaja di elap, diberesihan ku tobat saban usik, margi ari dosa tea, nu karaos mah da jentre, eces, malah nembrak.

Tapi nu melang mah, apan nu teu karaos ku jisim abdi tea, estu anu lemesna lir ibarat kekebul, nu teu patos katingal tea, terang-terang tos ngadagleg.

Allaahumma Yaa Allah Yaa Rabbanaa... Mugi Gusti ngabulkeun do’a jisim abdi ieu.

Bismillaahirahmaan nirrahiim. Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiin, hamday yuwaafii ni 'amahu wa yukaa fi-u maziidah, yaa rabbanaa lakal hamdu kamaa yambaghii lijalaali waj hika wa 'adhiimi sulthaanik.

Allahumma shalli wasallim 'alaa sayyidinaa muhammadin, shalaatan tun jinaa bihaa min jamii 'il ahwaali wal afaati wa taqdhii lanaa bihaa min jamii 'al haajaati wa tuthah hirunaa bihaa min jamii 'is sayyi-aati wa tar fa'unaa bihaa 'indaka a'lad darajaat, Watuballighunaa bihaa aqshal ghaayaati min jamii 'il khairaati fil hayaati wa ba'dal mamaat. Innaka 'alaa kulli syai-ing qadiir.

Allahumma arinal haqqa haqqa, war zuqnat tibaa 'ahu, wa arinal baathila baathila, war zuqnaj tinaabah.

Allaahumma innaa nas-aluka 'ilmaan naa fii 'aan, wa 'amalan mutaqabbalaa, wa rizqaan halaalaan thayyibaa.

Allaahumma innaa na 'uu dzubika min 'ilmin laa yan fa'u, wa qalbin laa yakh sya'u, wa du 'aa in laa yus ma 'uu, wa 'amalin laa yur fa 'u.

Allaahummaj 'alnaa wa aulaa danaa, wa dzurriy yaa tinaa min ahlil 'ilmi wa ahlil khaiir, walaa taj 'alnaa wa iyyaahum min ahlisy syarri wadh dhaiir.

Allaahummar zuqnaa mutaa ba 'atan nabiyyi shalallaahu 'alaihi wasallam, awwalan wa aakhirran, wa dhaa hiraan, wabaa thinan, wa qaulan, wa fi' laan, wa thaa 'atan, wa 'ibaa datan, wa 'amalaan shaalihan wa 'adah.

Allaahumma ahyinaa bihayaatil 'ulamaa-i, wa amitnaa bimautisy syuhadaa-i, wan syurnaa yaumal qiyaamati fii zumratil auliyaa-i. Wa ad khilnal jannata ma 'al ambiyaa-i 'alaihimu salaam.

Rabbanaa laa tuzigh quluu banaa ba'da idz hadaitanaa, wa hablanaa mil ladungka rahmah, innaka antal wahhaab.

Rabbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa 'adzaa ban naar.

Allahummaj 'alhu hajjan mabruura, wa sa'yan masykuuraa, wa dzanban maghfuuraa, wa 'amalan shaalihan maqbuulaa wa tijaaratan lan tabuur, yaa 'aalima maa fish shuduur, akhrijnii yaa Allah, minadz dzulumaati ilan nuur.

Allahumma innii as aluka mujiibaati rahmatika wa 'azaa imaa maghfiratika, wassalaamata ming kulli itsmin wal ghaniimata ming kulli birrin, wal fauza bil jannah, wannajata minan naar.

Rabbi qani'ni bima rajaqtanii wa bariklii fimaa 'a thaitanii, wakhluf alayya kulla ghaa ibaatin lii ming ka bi khaiir.

Subhaana rabbika rabbil 'izzati 'ammaa yashifuun wasalaamun 'alal mursaliin. Subhaanaka allaahuma rabbanaa wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha ilaa anta, wa astaghfiruka wa aatubu ilaiih. Walhamdulillaahi rabbil 'aalamiin.

Billahit taufiq wal hidayah, wal ibadah, wal inayah. Wallahul muwaffiq ilaa aqwaamith thaariiq.

Wasalamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.